Sabtu, 13 Februari 2016

Negeri para Mafioso. Hukum di sarang koruptor.



Negeri para Mafioso. Hukum di sarang koruptor.
→ Denny Indrayana, stok 1, kondisi bagus mulus, Rp 50.000 blm ongkir.

Peresensi: Ahmad Hasan MS.

Korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang meluluhlantahkan sendi-sendi kehidupan bangsa. Berbagai data dan fakta di lapangan menunjukkan betapa korupsi telah membuat bangsa ini kacau balau, salah arah dan mengalami kebangkrutan nasional. Ironisnya, korupsi sudah mendarah daging dan menyebar di lingkungan eksekutif, legislatif dan yudikatif, bak virus ganas yang mematikan siapa saja tanpa kenal kompromi.

Buku Negeri Para Mafioso, Hukum di Sarang Koruptor berusaha menelanjangi praktek korupsi di republik “para maling” ini. Buku yang ditulis oleh Denny Indrayana, aktifis antikorupsi dari Pusat Kajian Antikorupsi(PuKAT) Universitas Gajah Mada(UGM) ini merupakan sebuah gugatan terhadap menjamurnya praktek mafia peradilan(Judicial Corruptions) dari hulu hingga hilir. Bagi Denny, mafia peradilan di indonesia merupakan persoalan krusial yang paling sulit diatasi. Hal ini bukan tanpa sebab. Mafia peradilan adalah sekelompok “gangster’ atau oknum aparat penegak hukum yang melakukan praktek KKN(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) secara sistematis dan rapi. Beragam cara atau modus diterapkan, mulai dari jual beli pasal, manipulasi proyek, penilepan dana, hingga penyalahgunaan jabatan dan wewenang. Namun, pada hakekatnya semuanya bermuara pada satu tujuan, memperoleh uang meski dengan cara haram. Ya, Ujung-Ujungnya Duit (UUD).

Secara normatif, aparat penegak hukum adalah orang-orang pilihan yang dipercaya masyarakat untuk menjaga tegaknya keadilan. Namun, tak jarang aparat penegak hukum justru menjadi oknum “mafioso peradilan”. Hampir semua unsur penegak hukum seperti hakim, jaksa, polisi, advokat, panitera, pegawai peradilan, makelar perkara, pihak yang berperkara hingga ahli hukum dari perguruan tinggi telah terkotori oleh perilaku korup. Bagi Denny, hal ini merupakan bukti nyata betapa judicial corruption telah mewabah dan menimbulkan wajah bopeng lembaga peradilan di Indonesia(hal 5).

Wajah bopeng lembaga peradilan di Indonesia kian lengkap tatkala para koruptor yang menjarah uang milliaran bahkan triliunan rupiah diberikan sanksi ringan atau malahan dibebaskan secara mudah. Laporan Mahkamah Agung pada tahun 2006 misalnya, menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2006 hanya 33 hakim yang mendapat sanksi atau hukuman dari MA. Padahal, total hakim di Indonesia berjumlah lebih dari 6.000 orang. Ironisnya lagi, hukuman itu hanya sekedar teguran tertulis yang sifatnya ringan dan tidak menjerakan.

Agenda Pemberantasan Korupsi

Praktek perilaku korup yang dilakukan “Mafioso Peradilan” secara berjama’ah merupakan biang keladi bobroknya lembaga peradilan di indonesia. Tidak salah bila dalam survei TII(Transparancy International Indonesia) pada tahun 2007 menempatkan Indonesia dalam rangking atas sebagai negara paling korup, khususnya dalam hal lembaga peradilan.

Itulah sebabnya, melalui buku ini, Denny mengharapkan tekad bersama seluruh bangsa Indonesia untuk terus maju, pantang menyerah dalam hal pemberantasan korupsi.

Pertama,Denny mengharapkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) bersama aparat penegak hukum lainnya memiliki politicall will(I’tikad baik) untuk tidak segan-segan menjerat para koruptor yang notabene mafioso peradilan dengan jeratan hukum yang maksimal. Para koruptor bagi Denny adalah benar-benar teroris (the real terrorist). Sebab, lanjut Denny, koruptor tidak hanya merugikan keuangan negara dalam jumlah besar, namun juga menggagalkan agenda pemberantasan kemiskinan, kebodohan dan penggangguran. Untuk itu, jika perlu layak diterapkan hukuman mati atau hukuman seumur hidup sebagai bentuk terapi kejut (shock terapy)bagi para koruptor kelas kakap (hal 9).

Kedua, Denny mengharapkan agar para pemuka agama mengampanyekan jihad melawan korupsi. Sebab, bagi Denny korupsi adalah kejahatan kemanusiaan yang tergolong munkar dan membuat kerusakan di muka bumi (fasad fi al-ardl). Untuk itu, melawan korupsi adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar yang diperintahkan oleh setiap ajaran agama sehingga berjuang melawan korupsi tergolong ibadah.

Ketiga, Denny mengharapkan dan menghimbau kepada seluruh masyarakat, utamanya kaum LSM(lembaga Swadaya Masyarakat) untuk terus menerus memonitor kinerja aparat penegak hukum. Denny mencontohkan apa yang dilakukan lembaga Forum Peduli Sumatra Barat(FPSB)dalam melakukan advokasi anggaran di Sumatra Barat telah terbukti efektif menyeret 43 anggota DPRD yang dinilai terlibat praktek korupsi.

Meski demikian, ketiga hal tersebut bagi Denny akan sia-sia, manakala berjalan secara sendiri-sendiri. Itulah sebabnya, dibutuhkan usaha sinergis dan kekompakan seluruh elemen masyarakat untuk bangkit bersama dengan penuh semangat juang untuk melawan segala bentuk praktek korupsi. Korupsi adalah masalah bersama (common enemy) sehingga cara penyelesainnya dengan cara kebersamaan pula.

Buku ini menarik karena sarat dengan data dan fakta yang sedemikian aktual dan tajam. Namun, tak ada gading yang tak retak, buku ini terlampau ilmiah sehingga sulit dipahami bagi khalayak awam. Akan tetapi, buku ini layak diapresiasi bagi siapapun juga, sebab turut meramaikan khasanah kontemporer dalam kajian antikorupsi di republik para maling ini. Sebuah buku yang menegaskan bahwa korupsi harus diberantas dan dilawan dengan cerdas dan bernas. (p!)

Peresensi adalah Peneliti di Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Sumber: http://panyingkul.com
Tidak ada komentar :

Tidak ada komentar :

Posting Komentar